A Decision

Based on some considerations, I think I want to continue my English writing project in a different way. Yes, I’ve decided to change the approach. If before I only challenged myself to write in English for 30 days, now I’ve decided to write in English all the time on this blog. Haha. I’m going to make this blog my personal journal. Maybe I won’t share my stories publicly anymore. I just want to write my random opinions, feelings, and ideas here. If someone happens to find and read my writing, that’s okay and if not, that’s okay too. No problem with views or statistics. I think I just want to write for myself :) So this blog is just for me. A space where I can freely express what I’m feeling.

Perjalanan


Akan selalu ku ingat momen saat pertama kali kau menyapaku. Hari itu tak pernah terpikir olehku sebagai hari yang akan mengantarkan kita pada hari ini. Kau ingat ekspresiku yang kebingungan saat kau menayakan kisah masa kecil kita? Saat itu aku mulai memikirkanmu. Hei tapi jangan salah faham yang aku pikirkan saat itu adalah siapakah dirimu? Mengapa kau mengenal masa kecilku, karena sekuat apapun aku mengingat masa kecilku, dirimu sama sekali tak ada dalam rekaman memoriku.

Aku masih tak percaya kau bisa dengan mudahnya meyakinkanku. Entah aku yang bodoh, mudah percaya padamu atau dirimu yang terlalu pandai meluluhkan hatiku? Tapi jika aku bodoh sepertinya kamu lebih bodoh dariku, karena mau-maunya kamu melibatkan dirimu untuk masuk dalam duniaku yang penuh dengan derama. Lebih bodohnya lagi mengapa kamu yakin ingin hidup bersama denganku, seseorang yang baru kamu kenal beberapa hari kala itu?

Ingatkah saat pertama kalinya dirimu menemui orang tuaku? momen itu adalah momen paling bersejarah dalam hidupku, rasanya seperti mimpi untuk pertama kalinya ada seorang laki-laki yang  dengan penuh keberanian menjabat kedua tangan orang tuaku, tapi bukan untuk sekedar bertamu namun kamu datang untuk menunjukan padaku sekaligus menjawab pertanyaanku tentang lelaki yang serius itu seperti apa? Dan jawaban mu itu, sangat jelas dan berhasil membuatku mengerti yang seperti apa laki-laki serius itu. 

Aku masih sangat ingat setelahnya kamu bilang padaku bahwa kamu merasa gugup saat berbincang dengan orang tuaku. Namun tahukah kamu menurut pandanganku saat itu tak terlihat sedikitpun rasa gugup dalam dirimu. Sinar matamu yang terlindungi oleh kaca mata kala itu membuatku mulai yakin bahwa aku ingin berjuang bersamamu.

Perjuangan pertama untukku pun dimulai, aku harus mengalahkan rasa takutku untuk menemui keluargamu. Kau tahu kala itu perasaanku sangat campur aduk tapi yang paling mendominasi adalah rasa takut, ya aku takut tak diterima oleh keluargamu. Namun kau meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja. Ternyata kamu benar keluargamu begitu hangat dan aku pun mulai merasa diterima oleh keluargamu.

Kita memang belum lama saling mengenal, dan sampai detik ini kita sama-sama tahu ada beberapa hal yang sangat bertolak belakang diantara kita. Jalan yang kita lalui tak selalu mulus, Tak jarang air mata ini tumpah bahkan jika ditampung derasnya air mataku ini bisa mengalahkan sungai tempat kau bermain waktu kecil. Begitupun dirimu tak jarang kau merasa bingung dengan isi kepalaku yang begitu rumit kau kesal dengan sifatku yang kekanak-kanakan dan sikapku yang kadang menyebalkan. Perjalanan ini begitu menguras emosi. 

Meskipun begitu, kamu orang yang sangat menyebalkan bertemu denganku yang sama-sama menyebalkan. Jadi kita tak harus saling menyalahkan, iya kan? Seperti katamu "kita harus saling mau mengalah ", "dan saling mengingatkan" kataku. Semoga dengan begitu kita akan bisa terus melewati badai kehidupan ini dan kedepannya sama-sama menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang-orang disekitar kita.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perpisahan

Ternyata

Ditolak